The home made kazoku

Minggu, 21 Februari 2010

Kitsune (狐)

adalah
sebutan untuk binatang
rubah dalam bahasa
Jepang. Dalam cerita
rakyat Jepang, rubah
sering ditampilkan dalam
berbagai cerita sebagai
makhluk cerdas dengan
kemampuan sihirnya
yang semakin sempurna
sejalan dengan semakin
bijak dan semakin tua
rubah tersebut. Selain
itu, rubah mampu
berubah bentuk menjadi
manusia. Dalam legenda,
rubah sering diceritakan
sebagai penjaga yang
setia, teman, kekasih,
atau istri, walaupun
sering terdapat kisah
rubah menipu manusia.
Di zaman Jepang kuno,
rubah dan manusia hidup
saling berdekatan
sehingga legenda
tentang kitsune muncul
dari persahabatan
antara manusia dan
rubah. Dalam
kepercayaan Shinto,
kitsune disebut Inari
yang bertugas sebagai
pembawa pesan dari
Kami. Semakin banyak
ekor yang dimiliki
kitsune (kitsune bisa
memiliki sampai 9 ekor),
maka semakin tua,
semakin bijak, dan
semakin kuat pula
kitsune tersebut.
Sebagian orang memberi
persembahan untuk
kitsune karena dianggap
memiliki kekuatan gaib.
Daftar isi
1 Asal-usul
1.1 Etimologi
2 Deskripsi
2.1 Kitsunetsuki
2.2 Hoshi no tama
3 Penggambaran
3.1 Pelayan Inari
3.2 Penipu
3.3 Istri dan kekasih
3.4 Cerita fiksi
4 Referensi
5 Daftar pustaka
6 Pranala luar
Asal-usul
Mitos
kitsune
sering
menjadi
bahan
perdebatan, karena
seluruhnya mungkin
berasal dari sumber
asing atau bisa juga
merupakan konsep asli
Jepang yang berkembang
di abad ke-5 SM.
Sebagian mitos tentang
rubah di Jepang bisa
ditelusur hingga ke
cerita rakyat Tiongkok,
Korea, atau India. Cerita
paling tua tentang
kitsune berasal dari
Konjaku Monogatari
yang berisi koleksi cerita
Jepang, India, dan
Tiongkok yang berasal
dari abad ke-11.[1] Cerita
rakyat Tiongkok
mengisahkan makhluk
huli jing (arwah rubah)
yang mirip kitsune dan
bisa memiliki ekor
hingga sembilan. Di
Korea, makhluk yang
disebut kumiho (rubah
berekor sembilan)
merupakan makhluk
mistik yang telah
berumur lebih dari seribu
tahun. Rubah di Tiongkok
dan Korea digambarkan
berbeda dengan rubah di
Jepang. Tidak seperti di
Jepang, rubah kumiho di
Korea selalu
digambarkan sebagai
makhluk jahat. Walaupun
demikian, ilmuwan
seperti Ugo A. Casal
berpendapat bahwa
persamaan dalam cerita
tentang rubah
menunjukkan bahwa
mitos kitsune berasal
kitab India seperti
Hitopadesha yang
menyebar ke Tiongkok
dan Korea, hingga
akhirnya sampai ke
Jepang.[2]
Sebaliknya, ahli cerita
rakyat Jepang, Nozaki
Kiyoshi, berargumentasi
bahwa kitsune sudah
dianggap sebagai
sahabat orang Jepang
sejak abad ke-4, dan
unsur-unsur yang diimpor
dari Tiongkok dan Korea
hanyalah sifat-sifat jelek
kitsune.[3] Nozaki
menyatakan bahwa
dalam naskah Nihon
Ryakki asal abad ke-16,
terdapat cerita tentang
rubah dan manusia yang
hidup berdampingan di
zaman kuno Jepang,
sehingga menurut Nozaki
merupakan latar
belakang timbulnya
legenda asli Jepang
tentang kitsune.[4]
Peneliti Inari bernama
Karen Smyers
berpendapat bahwa ide
rubah sebagai penggoda
manusia, serta hubungan
mitos rubah dengan
agama Buddha
diperkenalkan ke dalam
cerita rakyat Jepang
melalui cerita serupa
asal Tiongkok, namun
Smyers mengatakan
beberapa cerita berisi
unsur-unsur cerita yang
khas Jepang.[5]
Etimologi
Menurut
Nozaki,
kata
"kitsune"
berasal
dari
onomatope.[4] Kata
"kitsune" berasal dari
suara salakan rubah yang
menurut pendengaran
orang Jepang berbunyi
"kitsu", sedangkan
akhiran "ne" digunakan
untuk menunjukkan rasa
kasih sayang. Asal-usul
kata kitsune juga
digunakan Nozaki untuk
menunjukkan bukti lebih
lanjut bahwa kisah rubah
baik hati dalam cerita
rakyat Jepang adalah
produk dalam negeri dan
bukan kisah impor.[3]
Bunyi "kitsu" sebagai
suara rubah menyalak
sudah tidak dikenal
orang di zaman
sekarang. Dalam bahasa
Jepang modern, suara
rubah ditulis sebagai
"kon kon" atau "gon
gon".
Asal-usul nama "kitsune"
dikisahkan dalam
dongeng tertua yang
hingga sekarang masih
sering diceritakan orang,
tapi mengandung
penjelasan etimologi
yang sekarang dianggap
tidak benar.[6] Berbeda
dengan sebagian besar
dongeng yang
menceritakan kitsune
bisa berubah wujud
menjadi wanita dan
menikah dengan
manusia, dongeng
berikut ini tidak berakhir
tragis:[7][8]
Pria bernama Ono asal
Mino (menurut legenda
kuno Jepang tahun 545),
menghabiskan musim
demi musim berkhayal
tentang wanita cantik
yang sesuai dengan
seleranya. Di suatu senja,
Ono bertemu dengan
wanita idealnya di
padang rumput yang
luas, dan mereka berdua
akhirnya menikah.
Bersamaan dengan
kelahiran putra pertama
mereka, anjing yang
dipelihara Ono juga
melahirkan. Anak anjing
yang dilahirkan tumbuh
sebagai anjing yang
semakin hari semakin
galak terhadap istri Ono.
Permohonan sang istri
untuk membunuh anjing
galak tersebut ditolak
Ono. Pada akhirnya di
suatu hari, si anjing
galak tersebut
menyerang istri Ono
dengan ganas. Istri Ono
begitu ketakutan hingga
berubah bentuk menjadi
rubah, meloncat pagar
dan kabur.
"Istriku, kau mungkin
seekor rubah," begitu
Ono memanggil-manggil
istrinya agar pulang,
"tapi kau tetap ibu dari
anakku dan aku cinta
padamu. Pulanglah bila
kau berkenan, aku selalu
menunggumu."
Sang istri akhirnya
pulang ke rumah di
setiap senja, dan tidur di
pelukan Ono.[6]
Istilah "kitsune"
merupakan sebutan
untuk siluman rubah
yang pulang ke rumah
suami sebagai wanita di
senja hari, tapi pergi di
pagi hari sebagai rubah.
Dalam bahasa Jepang
kuna, kata "kitsu-ne"
berarti "datang dan
tidur", sedangkan kata
"ki-tsune" berarti "selalu
datang".[8]
Deskripsi
Kitsune
dipercaya memiliki
kecerdasan super,
kekuatan sihir, dan
panjang umur. Sebagai
sejenis yōkai atau
makhluk halus, "kitsune"
sering dijelaskan sebagai
"arwah rubah" tapi
bukan hantu, dan bentuk
fisiknya tidak berbeda
dengan rubah biasa.
Semua rubah yang
panjang umur juga
dipercaya memiliki
kemampuan
supranatural.[5]
Kitsune digolongkan
menjadi dua kelompok
besar. Kelompok zenko
yang terdiri dari rubah
baik hati yang bersifat
kedewaan (sering
disebut rubah Inari), dan
kelompok rubah padang
rumput (yako) yang suka
mempermainkan
manusia dan bahkan
bersifat jahat[9] Tradisi
berbagai daerah di
Jepang juga masih
mengelompokkan
kitsune lebih jauh lagi
[10] Arwah rubah tak
kasat mata yang disebut
ninko misalnya, hanya
bisa dilihat manusia yang
sedang kerasukan ninko.
Tradisi lain
mengelompokkan
kitsune ke dalam salah
satu dari 13 jenis kitsune
berdasarkan kemampuan
supranatural yang
dimiliki.[11][12]
Secara fisik, kitsune
dipercaya bisa memiliki
hingga 9 ekor.[13] Jumlah
ekor yang semakin
banyak biasanya
menunjukkan rubah yang
makin tua tapi semakin
kuat. Beberapa cerita
rakyat bahkan
mengatakan ekor rubah
hanya tumbuh kalau
rubah tersebut sudah
berumur 1.000 tahun[14]
Dalam cerita rakyat,
kitsune sering
digambarkan berekor
satu, lima, tujuh, atau
sembilan.[15] Ketika
kitsune mendapatkan
ekornya yang ke-9, bulu
kitsune menjadi
berwarna putih atau
emas.[13] Kitsune jenis
ini disebut kyūbi no
kitsune (kitsune berekor
sembilan) dan memiliki
kemampuan untuk
mendengar dan melihat
segala peristiwa yang
terjadi di dunia. Dongeng
lain menggambarkan
mereka sebagai makhluk
super bijak dan serba
tahu.[16]
Kitsune
bisa
berubah
wujud
menjadi
manusia
dan
kemampuan ini baru
didapat setelah kitsune
mencapai usia tertentu
(biasanya 100 tahun),
walaupun beberapa
cerita mengatakan 50
tahun.[14] Siluman rubah
harus meletakkan sejenis
tanaman alang-alang
yang tumbuh di dekat
air, daun yang lebar,
atau tengkorak di atas
kepalanya sebagai syarat
perubahan wujud.[17]
Rubah bisa berubah
wujud menjadi wanita
cantik, anak perempuan,
atau lelaki tua.
Perubahan wujud ini
tidak dibatasi umur atau
jenis kelamin rubah, [5]
dan kitsune dapat
menjadi kembaran dari
sosok orang tertentu.[18]
Rubah sangat terkenal
dengan kemampuan
berubah wujud sebagai
wanita cantik. Di abad
pertengahan, orang
Jepang percaya kalau
ada wanita yang sedang
berada sendirian di saat
senja atau malam hari
kemungkinan adalah
seekor rubah.[19]
Dalam beberapa cerita,
kitsune memiliki
kesulitan dalam
menyembunyikan
ekornya ketika sedang
menyamar menjadi
manusia. Kitsune sering
ketahuan sedang
mencari-cari ekornya,
mungkin kalau rubah
sedang mabuk atau
kurang hati-hati.
Kelemahan ini bisa
digunakan untuk
memastikan manusia
yang sedang dilihat
adalah siluman kitsune.
[20]
Berbagai variasi cerita
mengisahkan kitsune
sebagai makhluk yang
masih mempertahankan
ciri-ciri khas rubah,
seperti tubuh yang
bermantelkan bulu-bulu
halus, bayangan siluman
kitsune yang sama
seperti bayangan rubah,
atau siluman kitsune
yang terlihat sebagai
rubah ketika sedang
berkaca.[21] Istilah
"kitsune-gao" (muka
kitsune) digunakan di
Jepang untuk menyebut
wanita yang berwajah
sempit, mata yang
berdekatan, alis mata
yang tipis, dan tulang
pipi yang tinggi. Di
zaman dulu, wanita
bermuka kitsune-gao
dianggap cantik, dan
dipercaya sebagai rubah
yang sedang berubah
wujud sebagai wanita
dalam beberapa
dongeng.[22] Kitsune
takut dan sangat benci
pada anjing, bahkan
ketika sedang berubah
wujud sebagai manusia.
Sebagian kitsune bahkan
gemetaran kalau melihat
anjing, kembali berubah
wujud menjadi rubah dan
lari pontang-panting.
Orang yang taat dan
berbakti kabarnya
gampang mengenali
siluman rubah.[23]
Salah satu cerita rakyat
mengisahkan
ketidaksempurnaan
perubahan wujud seekor
kitsune yang sedang
menjadi manusia
bernama Koan. Menurut
cerita, Koan yang bijak
dan memiliki kekuatan
sihir sedang mau mandi
di rumah salah seorang
muridnya. Air mandi
ternyata dimasak terlalu
panas, dan kaki Koan
melepuh ketika masuk
ke bak mandi. "Koan
yang sedang kesakitan,
lari keluar dari kamar
mandi telanjang. Orang-
orang di rumah yang
melihatnya terkejut.
Sekujur badan Koan
ternyata ditumbuhi bulu
seperti mantel, berikut
ekor dari seekor rubah.
Koan lalu berubah wujud
di hadapan murid-
muridnya menjadi seekor
rubah tua dan melarikan
diri."[24]
Kemampuan
supranatural lain yang
dimiliki kitsune, antara
lain: mulut dan ekor yang
bisa mengeluarkan api
atau petir (dikenal
sebagai kitsune-bi yang
secara harafiah berarti
"api kitsune"), membuat
manusia kerasukan,
memberi pesan di dalam
mimpi orang agar
melakukan sesuatu,
terbang, tak kasat mata,
dan menciptakan ilusi
yang begitu mendetil
hingga tidak bisa
dibedakan dari
kenyataan.[21][17] Pada
beberapa cerita, kitsune
bahkan memiliki
kekuatan yang lebih
besar lagi, sampai bisa
mengubah ruang dan
waktu, membuat orang
menjadi marah, atau
berubah menjadi bentuk-
bentuk yang fantastis,
seperti pohon yang
sangat tinggi atau
sebagai bulan kedua di
langit.[25][26] Kitsune
lainnya memiliki ciri-ciri
yang mengingatkan
orang pada vampir atau
succubus dan memangsa
roh manusia, biasanya
melalui kontak seks.[27]
Kitsunetsuki
Istilah
kitsunetsuki (狐憑き atau
狐付き ) secara harafiah
berarti kerasukan
kitsune. Korban biasanya
wanita muda yang
kemasukan kitsune dari
bagian kuku jari atau
melalui bagian buah
dada.[28] Pada beberapa
kasus, wajah korban
konon berubah
sedemikian rupa hingga
menyerupai rubah.
Menurut tradisi di
Jepang, kalau orang
Jepang yang buta huruf
sedang kerasukan
kitsune, orang tersebut
bisa melek huruf untuk
sementara waktu.[29]
Ahli cerita rakyat
Lafcadio Hearn
mengisahkan peristiwa
kerasukan kitsune dalam
volume pertama buku
karyanya Glimpses of
Unfamiliar Japan:
Aneh memang kegilaan
orang yang dirasuki iblis
rubah. Kadang-kadang
mereka berlarian
telanjang sambil
berteriak-teriak di
jalanan. Kadang-kadang
mereka tidur-tiduran
dengan mulut berbuih
dan menyalak seperti
rubah. Dan di bagian
tubuh orang yang
kerasukan, terlihat
benjolan yang bergerak-
gerak di bawah kulit
yang kelihatannya
memiliki nyawa sendiri.
Bila ditusuk dengan
jarum, benjolan tersebut
langsung berpindah ke
tempat lain. Benjolan
tidak bisa dicengkeram,
lepas bila ditekan
dengan tangan yang kuat
dan lolos dari jari-jari.
Orang yang sedang
kerasukan kabarnya bisa
berbicara dan menulis
bahasa yang mereka
tidak kuasai sebelum
kerasukan. Mereka
hanya memakan
makanan yang dipercaya
disenangi rubah, seperti
— tahu, aburagé,
azukimeshi, dan lain lain.
Mereka juga makan
banyak sekali dan
membela diri bahwa
yang sedang makan itu
bukan mereka, tapi
arwah rubah.[30]
Lafcadio Hearn
menambahkan bahwa
orang yang sudah
terbebas dari kerasukan
kitsune bakal tidak
doyan lagi makan tahu
aburage, azukimeshi,
atau makanan lain yang
digemari rubah.
Upacara mengusir setan
dilakukan di kuil-kuil
Inari untuk membujuk
kitsune agar mau keluar
dari tubuh orang yang
sedang dimasukinya.[31]
Di zaman dulu, kalau
usaha lemah lembut
membujuk rubah tidak
berhasil atau pendeta
kebetulan tidak ada,
korban kitsunetsuki
dipukuli atau dibakar
sampai terluka parah
agar kitsune mau keluar.
Kalau ada seorang
anggota keluarga yang
kerasukan, seluruh
anggota keluarga korban
diasingkan oleh
masyarakat.[30]
Di Jepang, kerasukan
kitsune (kitsunetsuki)
sudah dianggap sebagai
penyakit sejak zaman
Heian dan merupakan
diagnosis umum untuk
gejala penyakit mental
hingga di awal abad
ke-20.[32][33] Kerasukan
digunakan sebagai
penjelasan kelakuan
abnormal dari penderita.
Di akhir abad ke-19, Dr.
Shunichi Shimamura
mencatat beberapa
gejala penyakit yang
disebabkan demam
sering dianggap sebagai
kitsunetsuki.[34]
Dalam istilah
kedokteran, kerasukan
kitsune merupakan
gejala penyakit mental
yang khas dalam
kebudayaan Jepang.
Pasien percaya dirinya
sedang dirasuki rubah.
[35] Gejala kerasukan
kitsune di antaranya
selalu ingin makan nasi
atau kacang azuki,
bengong, gelisah, dan
menghindari tatapan
mata orang lain.
Penyakit kerasukan
kitsune mirip tapi
berbeda jauh dari
lycanthropy (manusia
serigala).[36]
Hoshi no tama
Penggambaran kitsune
dan korbannya sering
mengikutsertakan benda
putih yang disebut "bola
bintang" (hoshi no tama)
berbentuk bulat atau
seperti bawang. Dalam
dongeng, permata hoshi
no tama berselimutkan
api disebut kitsune-bi
(api rubah).[37] Di dalam
sebagian cerita, hoshi no
tama digambarkan
sebagai mutiara atau
permata yang memiliki
kekuatan sihir.[38]
Ketika sedang tidak
berubah wujud menjadi
manusia atau merasuki
manusia, kitsune
menggigit hoshi no tama
atau membawanya di
bagian ekor.[14] Permata
merupakan simbol yang
lazim ditemukan pada
Inari, dan rubah suci Inari
sangat jarang
digambarkan tidak
memiliki permata.[39]
Sebagian orang percaya,
sebagian kekuatan
kitsune berada di dalam
permata "bola bintang"
ketika kitsune berubah
wujud. Cerita lain
menggambarkan mutiara
sebagai perlambang
nyawa kitsune. Kitsune
akan mati jika terlalu
lama terpisah dari
mutiaranya. Orang yang
berhasil mengambil bola
kitsune, kabarnya bisa
menukar bola tersebut
dengan kekuatan sihir
yang dimiliki kitsune.[40]
Dalam dongeng abad
ke-12, seorang laki-laki
berhasil mengambil bola
kitsune dan mendapat
imbalan ketika
mengembalikannya:
"Kau terkutuk!" maki
sang rubah. "Kembalikan
bolaku!" Tapi laki-laki itu
mengabaikan
permohonan kitsune,
hingga kitsune berkata
sambil menangis,
"Baiklah, kau boleh ambil
bolaku, tapi bola
tersebut bakal tidak ada
gunanya buat kau, kalau
kau tidak tahu cara
menggunakannya.
Bagiku, bola itu adalah
segala-galanya. Aku
peringatkan, kalau kau
tidak mau
mengembalikannya, kau
bakalan jadi musuhku
selamanya. Tapi bila kau
mau mengembalikannya,
aku akan terus
mendampingimu
bagaikan dewa
pelindung."
Nyawa laki-laki tersebut
kemudian diselamatkan
sang rubah yang
membantunya melawan
gerombolan bandit.[41]
Penggambaran
Pelayan Inari
Dalam
kepercayaan Shinto,
kitsune sering dikaitkan
dengan Inari.[42]
Hubungan antara Inari
dan kitsune makin
memperkuat kedudukan
kitsune dalam dunia
supranatural.[43] Kitsune
mulanya merupakan
pembawa pesan yang
bertugas bagi dewa Inari,
tapi garis pemisah
antara Inari dan kitsune
makin kabur sehingga
Inari digambarkan
sebagai seekor rubah.
Kuil Shinto yang
memuliakan Inari disebut
kuil Inari, tempat orang
memberikan sesajen[10]
Kitsune kabarnya suka
sekali makan potongan
tahu goreng aburage.
Kitsune makan aburage
yang biasa diletakkan di
atas masakan mi Jepang
yang disebut Kitsune
Udon dan Kitsune Soba.
Sejenis sushi yang
dimasukkan di dalam
kantong dari aburage
disebut Inari-zushi.[44]
Ahli cerita rakyat sering
berspekulasi tentang
keberadaan kepercayaan
rubah yang lain, karena
rubah sejak dulu sudah
dipuja sebagai Kami.[45]
Kitsune di kuil Inari
berwarna putih yang
merupakan warna
pertanda baik.[10]
Mereka dipercaya
memiliki kekuatan untuk
menangkal iblis, dan
kadang-kadang bertugas
sebagai pelindung arwah.
Selain berjaga-jaga di
kuil Inari, kitsune
diminta agar melindungi
penduduk setempat dari
rubah liar (''nogitsune)
yang suka membuat
keonaran. Sama seperti
kitsune berwarna putih,
kitsune berwarna hitam
dan kitsune berekor
sembilan juga dianggap
pertanda baik.[20]
Menurut kepercayaan
yang berasal dari feng
shui, rubah memiliki
kekuatan luar biasa
melawan iblis, sehingga
patung kitsune konon
bisa mengusir hawa
kimon atau energi yang
mengalir arah timur laut.
Kuil Inari seperti kuil
Fushimi Inari di Kyoto
sering memiliki koleksi
patung kitsune yang
banyak sekali.
Penipu
Kitsune
sering
digambarkan sebagai
penipu dengan motif
yang bervariasi, mulai
dari sekadar ingin
berbuat nakal hingga
merugikan manusia.
Kitsune dikisahkan
senang mempermainkan
samurai yang sombong,
saudagar rakus, dan
rakyat biasa yang suka
pamer. Kitsune yang
lebih kejam konon suka
mengerjai pedagang
miskin, petani, dan biksu
yang saleh. Korban
kitsune biasa laki-laki,
sedangkan perempuan
hanya bisa kerasukan
kitsune.[19] Kitsune
misalnya, dipercaya
menggunakan bola api
kitsune-bi sewaktu
membantu pelancong
yang tersesat.[46][47]
Taktik lain kitsune
adalah mengelabui
korban dengan ilusi dan
tipuan mata.[19] Kitsune
memperdaya manusia
dengan maksud merayu,
mencuri makanan,
memberi pelajaran untuk
orang yang sombong,
atau membalas dendam
sesudah dicederai.
Permainan tradisional
kitsune-ken merupakan
salah satu jenis
permainan Batu-Gunting-
Kertas dengan tiga
bentuk telapak tangan
dan jari-jari yang
melambangkan rubah,
pemburu, dan kepala
kampung. Pemburu kalah
dari kepala kampung,
dan sebaliknya pemburu
menang atas rubah, tapi
rubah bisa memperdaya
kepala kampung.[48][49]
Kitsune digambarkan
suka membuat onar
ditambah reputasi suka
membalas dendam.
Akibatnya, orang
berusaha mengungkap
motif tersembunyi di
balik tindakan rubah.
Toyotomi Hideyoshi
pernah menulis surat
kepada Inari. Di dalam
suratnya, Hideyoshi
melaporkan keonaran
yang dibuat salah seekor
rubah terhadap para
pelayan, dan memohon
agar rubah-rubah
diselidiki dan
ditindaklanjuti. Kalau
insiden ini tidak
ditanggapi, Hideyoshi
mengancam akan
memburu semua rubah
yang ada.[50]
Kitsune
dikenal
suka
menepati
janji dan
berusaha
keras
untuk
bisa
membalas budi. Kitsune
kadang-kadang membuat
onar seperti yang
dikisahkan sebuah cerita
asal abad ke-12.
Ancaman pemilik rumah
untuk membinasakan
semua rubah berhasil
meyakinkan kawanan
rubah untuk mengubah
kelakuan. Kepala
keluarga kawanan rubah
hadir dalam mimpi
pemilik rumah untuk
mohon pengampunan
dari pemilik rumah,
sekaligus berjanji untuk
berkelakuan baik dan
membalas budi dengan
menjadi pelindung
keluarga.[51]
Sebagian kitsune
menggunakan sihir untuk
menguntungkan manusia
yang dianggap teman
atau majikan. Sebagai
golongan Yōkai, ia tidak
memiliki tata krama
seperti manusia. Kitsune
bisa mencuri uang dari
rumah tetangga untuk
diberikan kepada
majikan, atau mencuri
uang majikan sendiri. Di
zaman dulu, pemilik
rumah yang memelihara
kitsune selalu dicurigai
tetangga.[52]
Dalam cerita rakyat
sering dikisahkan
tentang pembayaran
atas barang atau jasa
yang dilakukan kitsune.
Kitsune bisa menipu
penglihatan orang yang
menerima pembayaran
dari kitsune dengan sihir.
Emas, uang, atau batu
permata yang diterima
dari kitsune sebenarnya
hanya kertas bekas,
daun-daunan, cabang
dan ranting, batu, atau
benda-benda sejenis.[53]
[54] Hadiah yang benar-
benar diberikan kitsune
kepada manusia biasanya
berupa benda-benda
yang tak berwujud,
seperti perlindungan,
pengetahuan, dan umur
panjang.[54]
Istri dan kekasih
Kitsune
sering
digambarkan sebagai
wanita penggoda dalam
cerita yang melibatkan
laki-laki muda.[55]
Walaupun kitsune
berperan sebagai wanita
penggoda, cerita
biasanya bersifat
romantis.[56] Dalam
cerita, laki-laki sering
menikahi wanita cantik
yang merahasiakan
bahwa dirinya adalah
seekor rubah. Ketika
rahasia terbongkar, sang
istri terpaksa
meninggalkan suami.
Pada sebagian cerita,
laki-laki yang menikahi
siluman rubah bagaikan
bangun dari mimpi,
kebingungan, berada
jauh dari rumah, dan
harus kembali ke rumah
yang ditinggalinya dulu
dengan membawa malu.
Beberapa cerita
mengisahkan siluman
rubah yang dijadikan istri
melahirkan anak
manusia. Anak-anak yang
dilahirkan memiliki
kemampuan fisik dan
bakat supranatural
melebihi orang biasa.
Bakat ini juga diturunkan
ke anak cucu bila
manusia keturunan
rubah kembali
melahirkan anak.[20]
Seorang ahli kosmologi
( onmyōji) Jepang
bernama Abe no Seimei
dikatakan memiliki
kekuatan sihir luar biasa
karena keturunan
kitsune.[57]
Kitsune sering dikisahkan
menikahi sesama
kitsune. Dalam bahasa
Jepang, hujan lebat yang
turun tiba-tiba ketika
langit sedang cerah
(hujan panas) disebut
kitsune no yomeiri atau
"pernikahan kitsune".
Istilah tersebut berasal
dari legenda yang
mengisahkan kondisi
cuaca pada saat upacara
pernikahan kitsune.[58]
Peristiwa pernikahan
kitsune dianggap sebagai
pertanda baik, tapi
kitsune akan marah bila
hadir tamu yang tidak
diundang.[59]
Cerita fiksi
Kitsune tampil dalam
berbagai seni budaya
Jepang. Sandiwara
tradisional Jepang
seperti noh, kyogen,
bunraku, and kabuki
sering mengisahkan
legenda kitsune.[60][61]
Begitu pula halnya
dengan budaya
kontemporer seperti
manga dan permainan
video. Pengarang fiksi
dari Barat juga mulai
menulis cerita yang
diilhami legenda kitsune.
Penggambaran kitsune
menurut orang Barat
biasanya tidak berbeda
jauh dengan cerita asli
kitsune.
Ibu Abe no Seimei yang
bernama Kuzunoha
merupakan tokoh
kitsune yang dikenal luas
dalam seni teater
tradisional Jepang.
Kuzunoha ditampilkan
dalam cerita sandiwara
bunraku dan kabuki
Ashiya Dōman Ōuchi
Kagami (Kaca di Ashiya
Dōman and Ōuchi) yang
terdiri dari lima bagian.
Bagian ke-4 yang
berjudul Kuzunoha atau
Rubah dari Hutan
Shinoda sering
dipentaskan secara
terpisah. Bagian ini
menceritakan
terbongkarnya rahasia
Kuzunoha sebagai
siluman rubah dan
adegan saat harus
meninggalkan suami dan
anaknya.[62][63]
Tamamo-no-Mae adalah
tokoh fiksi yang menjadi
tema drama noh berjudul
Sesshoseki (Batu
Kematian), dan
sandiwara kabuki/kyogen
berjudul Tamamonomae
(Penyihir Rubah yang
Cantik). Tamamo-no-Mae
berbuat banyak
kejahatan di India,
Tiongkok, dan Jepang,
tapi rahasianya
terbongkar dan tewas.
Arwahnya menjadi
sesshoseki (batu
kematian). Arwah
Tamamo-no-Mae
akhirnya dibebaskan
biksu bernama Gennō.
[64][65][66]
Genkurō adalah seekor
kitsune dikenal berbakti
kepada orangtua. Dalam
cerita bunraku dan
kabuki berjudul
Yoshitsune Sembon
Zakura ( Yoshitsune dan
Seribu Pohon Sakura),
kekasih Yoshitsune yang
bernama Putri Shizuka
memiliki tsuzumi
(gendang kecil) yang
dibuat dari kulit rubah
orangtua Genkurō.
Dalam penyamarannya
sebagai Satō Tadanobu,
Genkurō berhasil
menyelamatkan Putri
Shizuka dari Minamoto
no Yoritomo. Namun
identitas Genkurō
sebagai siluman rubah
terbongkar karena Satō
Tadanobu yang asli
muncul. Genkurō
mengatakan suara kedua
orangtuanya terdengar
setiap kali gendang
tsuzumi yang dimiliki
Shizuka dipukul.
Yoshitsune dan Shizuka
akhirnya memberikan
tsuzumi tersebut kepada
Genkurō . Sebagai
imbalannya, Genkurō
memberi perlindungan
sihir untuk Yoshitsune.
[67] [68][69]
Referensi
1. ^ Goff, Janet. "Foxes in
Japanese culture:
beautiful or beastly?"
Japan Quarterly 44:2
(April-Juni 1997).
2. ^ Johnson, T.W. "Far
Eastern Fox Lore". Asian
Folklore Studies 33:1
(1974) 35-68
3. ^ a b Nozaki, Kiyoshi.
Kitsune — Japan's Fox of
Mystery, Romance, and
Humor. Tokyo: The
Hokuseidô Press, 1961. 5
4. ^ a b Nozaki. Kitsune. 3
5. ^ a b c Smyers, Karen
Ann. The Fox and the
Jewel: Shared and Private
Meanings in
Daftar pustaka
Addiss, Stephen.
Japanese Ghosts &
Demons: Art of the
Supernatural. New York:
G. Braziller, 1985. (hlm.
132-137) ISBN
0-8076-1126-3
Ashkenazy, Michael.
Handbook of Japanese
Mythology. Santa
Barbara, California: ABC-
Clio, 2003. ISBN
1-57607-467-6
Bathgate, Michael. The
Fox's Craft in Japanese
Religion and Folklore:
Shapeshifters,
Transformations, and
Duplicities. New York:
Routledge, 2004. ISBN
0-415-96821-6
Hall, Jamie. Half Human,
Half Animal: Tales of
Werewolves and Related
Creatures. Bloomington,
Indiana: Authorhouse,
2003. (hlm. 121-152) ISBN
1-4107-5809-5
Hamel, Frank. Human
Animals: Werewolves &
Other Transformations.
New Hyde Park, N.Y.:
University Books, 1969.
(hlm. 88-102) ISBN
0-7661-6700-3
Hearn, Lafcadio.
Glimpses of Unfamiliar
Japan. Project Gutenberg
e-text edition (http://
www.gutenberg.org/
etext/8130) , 2005. URL
diakses 12 November
2006.
Heine, Steven. Shifting
Shape, Shaping Text:
Philosophy and Folklore
in the Fox Koan.
Honolulu: University of
Hawai'i Press, 1999. ISBN
0-8248-2150-5
Johnson, T.W. "Far
Eastern Fox Lore". Asian
Folklore Studies 33:1
(1974)
Nozaki, Kiyoshi. Kitsuné
— Japan's Fox of
Mystery, Romance, and
Humor (http://
www.foolsmoon.com:8080/
index_html/Members/
Arion/kitsunepdf.zip) .
Tokyo: The Hokuseidô
Press. 1961.
Schumacher, Mark
(1995). Oinari (http://
www.onmarkproductions.com/
html/oinari.shtml) .
(html) A to Z Photo
Dictionary of Japanese
Buddhist & Shinto
Deities. Diakses pada 14
Desember
Smyers, Karen Ann. The
Fox and the Jewel:
Shared and Private
Meanings in
Contemporary Japanese
Inari Worship. Honolulu:
University of Hawaii
Press, 1999. ISBN
0-8248-2102-5
Tyler, Royall (ed. and
trans.) Japanese Tales.
New York: Pantheon
Books, 1987. ISBN
0-394-75656-8
Pranala luar
( en ) The Kitsune Page
(http://www.coyotes.org/
kitsune/kitsune.html)
Berbagai cerita tentang
kitsune
( en ) Foxtrot's Guide to
Kitsune Lore (http://
www.comnet.ca/
~foxtrot/kitsune/)
( j a ) Kuil Inari (http://
www.ten-f.com/
oinarisan.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar